Categories
GAMA CENDEKIA KREASI CENDEKIA

Perjalanan Vaksin COVID-19

By :
– Srikandi Ayu (Farmasi 2019, GC 2019)
– Arif Nurhadi (Teknik Geodesi 2019, GC 2019)

dawf

Pendahuluan

Pandemi COVID-19 sudah berlangsung lebih dari satu tahun sejak muncul di Wuhan. Sementara itu, jumlah kasus masih meningkat. Pengembangan vaksin normalnya dilakukan masing-masing tahap secara berurutan. Namun, untuk mempercepat pengembangan vaksin COVID-19, langkah dilakukan secara paralel. Semua mekanisme pemantauan keamanan dan kemanjuran seperti pengawasan kejadian buruk, pemantauan data keamanan dan tindak lanjut jangka panjang tetap harus dilakukan. Potensi COVID-19 yang dapat menjadi sebuah pandemi mendorong dunia untuk melakukan penelitian dan perkembangan vaksin secara besar-besaran. Surveilans pasca-pemasaran fase IV untuk efek samping sangat penting dan esensial untuk dilakukan.

dwsf

Gambar 1. Proses tahapan pengembangan vaksin

Sumber : http://hisfarsidiy.org/wp-content/uploads/sites/1724/2020/12/proses-tahap-pengembangan-vaksin.png

 dwasc

Gambar 2. Perbedaan tahapan pengembangan vaksin biasa dengan vaksin covid

Sejarah Vaksin COVID-19

Cikal bakal Penemuan Vaksin di Dunia

Setelah coronavirus diisolasi pada bulan Desember 2019, urutan genetik yang telah dianalisis diterbitkan pada 11 Januari 2020, terbitan tersebut memicu respons internasional yang mendesak untuk mempersiapkan sumber daya dan mulai mengembangkan vaksin COVID-19 .Sejak awal 2020, pengembangan vaksin telah dipercepat melalui kolaborasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam industri farmasi multinasional dan antar pemerintah. Pada Juni 2020, puluhan miliar dolar diinvestasikan oleh perusahaan, pemerintah, organisasi kesehatan internasional, dan kelompok penelitian universitas untuk mengembangkan lusinan kandidat vaksin dan mempersiapkan program vaksinasi global untuk mengimunisasi infeksi COVID-19. Menurut Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI), distribusi geografis pengembangan vaksin COVID-19 menempatkan entitas Amerika Utara memiliki sekitar 40% aktivitas dibandingkan dengan 30% di Asia dan Australia, 26% di Eropa, dan beberapa proyek di Amerika Selatan dan Afrika.

Pada Februari 2020, WHO menyatakan tidak mengharapkan vaksin untuk melawan Severe Acute Respiratory Coronavirus 2 (SARS ‑ CoV ‑ 2), penyebab virus ini, akan tersedia dalam waktu kurang dari 18 bulan. Tingkat infeksi COVID ‑ 19 yang berkembang pesat di seluruh dunia selama awal 2020 mendorong aliansi internasional dan upaya pemerintah untuk segera mengatur sumber daya guna membuat banyak vaksin dalam jangka waktu yang dipersingkat, dengan empat kandidat vaksin memasuki evaluasi manusia pada bulan Maret

Pada 24 Juni 2020, China menyetujui vaksin CanSino untuk penggunaan terbatas di militer dan dua vaksin virus yang tidak aktif untuk penggunaan darurat dalam pekerjaan berisiko tinggi. Pada 11 Agustus 2020, Rusia mengumumkan persetujuan vaksin Sputnik V untuk penggunaan darurat, meskipun satu bulan kemudian hanya sejumlah kecil vaksin yang telah didistribusikan untuk digunakan di luar uji coba fase 3.

Kemitraan Pfizer – BioNTech mengajukan permintaan EUA ke FDA untuk vaksin mRNA BNT162b2 (bahan aktif tozinameran) pada 20 November 2020. Pada 2 Desember 2020, Badan Pengatur Produk Kesehatan dan Obat – obatan Inggris Raya (MHRA) memberikan persetujuan peraturan sementara untuk vaksin Pfizer – BioNTech , sehingga Inggris menjadi negara pertama yang menyetujui vaksin ini dan negara pertama di dunia Barat yang menyetujui penggunaan vaksin COVID-19. Sejak 21 Desember, banyak negara dan Uni Eropa telah mengesahkan atau menyetujui vaksin Pfizer – BioNTech COVID ‑ 19. Bahrain dan Uni Emirat Arab diberikan otorisasi pemasaran darurat untuk BBIBP-CorV, diproduksi oleh Sinopharm . Pada 11 Desember 2020, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) memberikan Otorisasi Penggunaan Darurat (EUA) untuk vaksin Pfizer – BioNTech COVID ‑ 19. Seminggu kemudian, mereka memberikan EUA untuk mRNA-1273, vaksin Moderna.

Mulainya Produksi Massal Vaksinasi Dunia

Pada bulan November 2020, WHO dan UNICEF mengeluarkan pedoman Interim Guidance on Developing a National Deployment and Vaccination Plan for COVID-19 Vaccines’ dokumen amat lengkap sebagai acuan pelaksanaan vaksinasi massal COVID-19 di suatu negara. Dokumen tersebut membahas populasi target yang akan divaksin, mekanisme distribusi, siapa yang harus divaksin, strategi pemberian vaksinasi, menjaga rantai kendali dan memperlakukan limbah proses vaksinasi, memantau keamanan vaksinasi dan penyuntikan serta menangani kemungkinan efek samping dan atau kejadian ikutan pasca-imunisasi serta proses surveilans.

Pada akhir tahun 2020, pemerintah Indonesia khususnya menetapkan tujuh jenis vaksin Covid-19 yang akan digunakan di Indonesia antara lain vaksin produksi PT Bio Farmas, AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Novavax Inc, Pfizer Inc, dan Sinovac Life Science Co., Ltd

Mengulik Invensi Vaksin Buatan Anak Bangsa

Dilansir dari berita CNN Indonesia, vaksin nusantara digadang-gadang telah dibuat oleh Mantan Menteri Kesehatan, Bapak Dokter Terawan. Vaksin ini ditemukan dengan metode sel dendritik autolog yang dipaparkan oleh dengan antigen protein S Covid-19. Cara kerja dari vaksin ini adalah dengan metode sel dendritik dimana pasien akan diambil sampel sel dendritik di dalam tubuhnya melalui darah, memasukkan antigen pada sel dendritik lalu sel yang sudah diambil diinjeksikan kembali tubuh pasien. Berdasarkan berita terbaru, vaksin Nusantara masih berada di uji klinis I dan berupaya untuk menjalani proses agar bisa lanjut ke uji klinis tahap II

Namun, selain vaksin nusantara, Lembaga Kemenristek juga ikut meneliti dan mencoba menemukan vaksin buatan Indonesia, vaksin tersebut dinamakan vaksin Merah Putih. Berbeda dengan vaksin nusantara, vaksin merah putih mengembangkan vaksin ini dengan platform subunit protein rekombinan. Antibodi yang dihasilkan setelah vaksinasi akan bekerja untuk mencegah terjadinya penempelan virus pada sel manusia, dan pelepasan materi genetik virus ke dalam sel manusia. Berbagai ahli mengklaim bahwa vaksin Merah Putih dinilai lebih manjur karena bisa membangkitkan kekebalan tapi di sisi lain juga reaksi yang dikhawatirkan yakni “antibody enhancement” bersifat minimal atau bahkan tidak ada sama sekali.

Meskipun begitu, alangkah baiknya kita tidak menelan bulat-bulat pemberitaan di media. Budaya literasi harus diaplikasikan sebaik mungkin agar kita bisa terhindar dari berita hoax tentang vaksin Covid-19 dan tetap selalu waspada dan lindungi keluarga sekitar kita

Leave a Reply

Your email address will not be published.