[Yogyakarta] Memperingati Hari Pangan Sedunia, Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Klaster Mahasiswa beserta lembaga mahasiswa yang terdiri BEM KM UGM, BEM FTP UGM, Aliansi BEM Agro UGM, Gama Cendekia, ASC UGM, KAB UGM, KPM UMY, FKIST UIN SUKA, FORDISTA IAIN Surakarta, UKMP UNY, EXACT UIN SUKA, UMBY, dan Labma UII dengan jumlah massa kampanye mencapai ratusan orang akan menggelar kampanye simpatik “Local Food Day” pada hari Minggu (18/10) dari DPRD DIY sampai ke 0 KM. Selain dari elemen mahasiswa, agenda tersebut dihadiri oleh siswa-siswi SMA IT Abu Bakar Yogyakarta serta banyak elemen masyarakat yang juga berperan serta dalam aksi tersebut. Aksi kampanye dilaksanakan serentak di 10 kota besar di Indonesia, yakni Jakarta, Kendari, Semarang, Palangkaraya, Yogyakarta, Medan, Bengkulu, Makassar, Riau dan Gorontalo. Aksi tersebut merupakan puncak dari serangkaian kegiatan Go Pangan Lokal MITI yang diawali dengan kegiatan kampanye media sosial, Talkshow Go Pangan Lokal, Open Recruitment Sahabat GPL dan Survei nilai TKDN makanan lokal selain nasi.
Aksi kampanye tersebut terbuka untuk umum dengan berbagai rangkaian acara, seperti aksi kampanye simpatik, bagi pangan lokal gratis, orasi kedaulatan pangan, pembacaan puisi dan bazzar produk olahan pangan lokal. Kampanye ini merupakan wujud keprihatinan dan kepedulian MITI Klaster Mahasiswa dengan menggandeng berbagai lembaga keilmuan kampus untuk menyosialisasikan dan mengampanyekan upaya pelestarian pangan lokal serta mendukung penuh terwujudnya kedaulatan pangan di Indonesia.
Ketua Panitia Gerakan Go Pangan Lokal Yogyakarta Sofyan menjelaskan, kegiatan tersebut serentak dilaksanakan di sepuluh kota besar di Indonesia. Antara lain, Medan, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Kendari, Palangkaraya, Riau, Bengkulu, Gorontalo, dan Makassar. Menurut dia, selain untuk mengenalkan bahan pangan selain beras, kampanye tersebut bertujuan mengubah budaya mengonsumsi makanan masyarakat dengan pangan lokal yang lebih sehat dan bergizi. “Kita makan tidak harus dari beras, tapi bisa dari singkong, jagung, kedelai, sagu dan ragam bahan pangan lokal lainnya. Apabila kita hanya mengandalkan beras, maka Indonesia akan selalu mengimpor. Selain itu, tujuan aksi ini juga sebagai momentum pengingat bagi masyarakat dimana ada satu hari khusus untuk membeli dan mengkonsumsi pangan lokal ” terangnya.
Padahal, lanjut Sofyan, setiap daerah di Indonesia memiliki banyak jenis makanan tradisional yang bergizi tinggi. Sementara itu, pegiat pangan lokal yang juga pendiri Halal Food Community Nur Saudah Al Arifa D., S.TP., menjelaskan, kedaulatan pangan dapat diwujudkan dengan pembudayaan pola konsumsi pangan lokal. “salah satu cara mendukung
kedaulatan pangan adalah dengan mendampingi para petani dalam upaya swasembada pangan lokal untuk membudayakan masyarakat mengkonsumsi pangan lokal. Salah satunya adalah tidak mengkonsumsi makanan yang berbahan dasar dari tepung terigu atau gandum. Karena gandum di Indonesia adalah hasil dari ekspor atau bukan asli berasal dari Indonesia, sehingga dengan adanya pengurangan kuota komoditi pangan ekspor secara bertahap dapat meningkatkan kualitas konsumsi dalam negeri dan menggairahkan perekonomian rakyat secara nasional.” ujarnya. [AAD]
2015
“Robot robot bernyawa tersenyum menyapaku Selamat datang kawan di belantara batu Kulanjutkan melangkah antara bising malam Mencari tempat mencari harapan”.
Sepenggal lirik Nyanyian Ujung Gang milik Iwan Fals terdengar cocok dengan dinamika dunia saat ini. Dunia yang pernah terpuruk dengan bergulirnya Perang Dunia II kini mulai bangkit. Hak asasi manusia yang pada masa itu dirampas oleh ambisi dan kekuasaan sudah kembali ke tangan pemiliknya. Semua lapisan masyarakat dunia mulai berbondong-bondong untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. Hasrat masyarakat untuk mendapatkan pencapaian yang lebih baik terus bergelora di seluruh penjuru dunia. Entah itu negara maju ataupun berkembang, yang punya limpahan sumber daya alam ataupun yang hanya punya tanah tandus, mereka seakan berkomplot untuk bisa menciptakan surga di bumi.
Pendidikan merupakan salah satu indikator berhasilnya suatu negara untuk unggul dan maju dalam menyejahterakan rakyatnya. Tak heran bila negara di seluruh dunia berlomba untuk menciptakan hal baru dan mendukung keberhasilan anak bangsanya untuk berkarya, negara juga memberikan kontribusi khusus bagi dunia pendidikan, salah satunya Indonesia.
Mengutip situs http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/3717 dinyatakan bahwa dalam APBN 2015, alokasi untuk dana fungsi pendidikan mencapai Rp409 triliun. Sedangkan sebesar Rp254 triliun dari alokasi tersebut akan diserahkan langsung ke daerah. Dana yang banyak sudah digelontorkan pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kualitas pendidikan bangsa, namun realitanya masih jauh dengan harapan. Lalu apa solusi yang tepat untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia?. Ya, salah satunya adalah model pengajaran kerja yang berbasis interdisipliner.
Pendekatan interdisiplin memusatkan perhatian pada masalah-masalah sosial yang dapat didekati dari berbagai disiplin keilmuan, baik soshum maupun saintek, ataupun keduanya. Hal yang menjadi titik tolak pembelajaran biasanya konsep atau generalisasi yang berdimensi jamak atau masalah sosial yang menyangkut atau menuntut pemecahan masalah dari berbagai bidang keilmuan. Pendekatan Interdisipliner disebut juga pendekatan terpadu atau integrated approach atau istilah yang digunakan Wesley dan Wronski adalah „correlation‟ untuk pendekatan anta rilmu, sedangkan integration untuk pendekatan terpadu. Dalam pendekatan antar ilmu dikenal adanya ini (core) untuk pengembangan yang berdasarkan pada pendekatan terpadu (integration approach) yang merupakan tipe ideal konsep-konsep dari berbagai ilmu-ilmu sosial atau bidang studi telah terpadu sebagai satu kesatuan sehingga bahannya di integrasikan menurut kepentingan dan tidak lagi menurut urutan konsep masing-masing ilmu atau bidang studi.
Merujuk pada sejarahnya, upaya untuk mendefinisikan pekerjaan interdisipliner telah dimulai sejak tahun 1930-an, dan mencapai puncaknya pada dekade 1970-an dan 1980-an. Perdebatan mengenai definisi, makna dan metodologi mengenai interdisciplinarity ini masih berlangsung sampai saat ini.
Menurut Bolitho dan McDonnell (2010: 6), pada prinsipnya upaya interdisciplinarity melibatkan integrasi dari dua atau lebih disiplin dalam situasi di mana sumber daya pada sebuah disiplin tunggal tidak dapat mencakup ruang lingkup dari masalah yang ingin dipecahkan. Terkait hal tersebut, Davies dan Devlin (2007) mengusulkan konsep mengenai sebuah kontinum integrasi, di mana pada salah satu ujungnya menunjukkan adanya dampak yang relatif kecil dari satu disiplin, dan di ujung yang lainnya beberapa disiplin yang berbeda menggabungkan keahlian mereka untuk menjawab masalah tertentu. Jenis interaksi berpotensi mengarah pada pengembangan metodologi dan model konseptual baru untuk masing-masing sub-disiplin ilmu (Klein, 1990; Lattuca, 2001; Repko, 2008).
Negri kita Indonesia adalah suatu negri kaya raya, besar, dan bersahaja. Namun, masih ada permasalahan yang membelenggu dan menghambat kemajuan negri ini tercinta. Kita sebagai generasi penerus bangsa, harus bisa membantu dalam memberikan kontribusi aktif terkait kemajuan bangsa. Jangan hanya melihat lewat TV, koran, radio mengenai isu-isu hangat yang sedang berkembang saat ini. Usia kita yang semakin produktif untuk menghasilkan suatu karya yang berharga janganlah di sia-siakan dengan hanya menyimak, berkomentar yang tiada arti, dan menghujat sana-sini. Kita sebagai generasi penerus bangsa, bibit-bibit pemimpin bangsa harus pintar dalam menyikapi berbagai permasalahan itu. Bagaimana bangsa ini akan tetap maju jika masyarakatnya hanya diam menyimak tanpa memberikan aksi nyata? Yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini bukan kata-kata orang yang tiada arti, bukan kata-kata orang yang hanya menyimak sekilas dan langsung menilai negatif negri ini, bukan kata-kata orang yang tidak berpengetahuan, bukan kata-kata orang yang terus menghujat negri ini dan menyalahkan pemerintah. Tanpa melihat yang sebenarnya apa yang telah ia perbuat untuk negri ini, apa yang telah ia buat untuk mengatasi permasalahan negri ini, apa yang telah ia buat untuk membayar hutang-hutang negri ini, apa yang telah ia buat untuk memperbaiki nama INDONESIA.

Kasongan, bagi sebagian besar warga Yogyakarta tentu tidak asing lagi dengan kata yang satu ini. Ya, itulah nama sebuah desa yang terletak di Kecamatan Kasihan, Bantul, DI Yogyakarta. Desa ini terkenal sebagai desa wisata karena kerajinan gerabahnya. Mengapa demikian? Yuk, eksplorasi sejarahnya!
Kasongan mulanya merupakan tanah pesawahan milik penduduk desa di Selatan Yogyakarta. Insiden kematian kuda yang diperkirakan milik Reserse Belanda pada masa penjajahan mengakibatkan banyak warga melepas hak kepemilikan tanahnya. Penduduk yang tidak memiliki tanah tersebut kemudian beralih profesi menjadi seorang pengrajin keramik. Mulanya hanya untuk mainan anak-anak dan perabot dapur saja. Namun, karena ketekunan dan tradisi yang turun temurun, kerajinan gerabah Kasongan semakin terkenal.
Terimakasih buat teman – teman yang telah mendaftar Open Recruitment Gama Cendekia UGM baik dari Formulir Online maupun Offline. Untuk selanjutnya wawancara akan dilaksanakan pada tanggal 19 – 21 September 2015. Untuk Info daftar wawancaranya dapat didownload disini
Info detailnya bisa hubungi :
081 268 787 540 (Wahyuningtyas) atau 085 747 969 602 (Nourmalita)
Mengingatkan juga untuk Presentasi Mini Riset akan diadakan pada tanggal 22 – 23 September 2015 pukul. 15.00 – 21.00 WIB di Sekretariat UKM Gama Cedekia UGM.
Join us :
Gama Cendekia UGM bekerjasama dengan ASEC (Actual Smile English Club) dalam acara Roadshow #SetengahDEWA Optimasi Mahasiswa
Time:
Saturday, September 5, 2015 at 8.30-10.30 a.m (please come on time with prior registration at 7.30-8.15 a.m)
Place:
Seminar Room of Central Library of Gadjah Mada University, Floor 2
Speakers:
1. Prof. Dr. Ir. Sigit Supadmo Arif, M.Eng. (UGM)
2. Martga Bella Rahimi (Writer of “Mahasiswa Setengah Dewa”)
Ticket:
IDR 20k only
Facilities:
Exclusive certificate
Snack&baverage
