Menjadi universitas yang dikenal baik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM) memberikan wadah bagi mahasiswanya untuk mengeksplorasi minat dan bakatnya pada berbagai bidang, salah satunya bidang penelitian dan keilmuan interdisipliner yang diakomodir oleh sebuah unit kegiatan mahasiswa bernama GAMA Cendekia (selanjutnya ditulis GC). GC resmi berdiri pada 28 September 2004, namun usaha untuk mendirikanya sudah barang pasti dilakukan jauh sebelum itu. GC aktif memberikan ruang bagi mahasiswa UGM untuk mengkaji sesuatu secara interdisipliner, membuka sekat antar ilmu untuk menghasilkan suatu hasil kajian yang multi prespektif, dengan multi prespektif ini tentu saja akan menghasilkan simpulan dan luaran yang luas dan lebih akurat.
Sebagai unit kegiatan mahasiswa GC aktif membuat acara dan kegiatan yang mana berkaitan dengan keilmuan, salah satunya Cendekia Empowerment (selanjutnya ditulis CE). CE merupakan kegiatan wajib tahunan yang diperuntukkan bagi para Cendekia muda (sebutan anggota baru GC). Secara garis besar CE memberikan kesempatan bagi para Cendekia muda untuk berlatih mengkaji masalah masalah yang ada pada sebuah masyarakat secara langsung, kemudian hasil kajian para Cendekia Muda ini akan dituangkan dalam bentuk sebuah ide proyek yang kemudian akan direalisasikan pula pada masyarakat tersebut. CE merupakan implementasi dari visi GC pada kalimat “bermanfaat bagi masyarakat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa”.
CE pada tahun 2018 dilaksanakan pada 3-4 Oktober 2018 di desa Glondong, Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bertempat di desa Glondong 1 jam perjalanan dari kota Yogyakarta, masyarakatnya bermata pencaharian sebagai peternak, penambang pasir dan batu serta petani hingga pegawai negeri maka dapat dikatakan sebagai desa yang cukup majemuk. Kondisi alam di desa Glondong seperti kebanyakan desa di Sleman, namun ada sedikit kecenderungan panas dan gersang pada siang hari yang terik. Desa Glondong dilalui jalan besar yakni jalan palagan, yang menghubungkan kota Yogyakarta dengan Pakem, Sleman. Gambaran yang demikian mejemuk untuk sebuah desa dikawasan yang bisa dikatakan sebagai daerah peralihan rural urban fringe yang mana desa masih memiliki unsur budaya pedesaan namun juga memiliki dampak dari unsur kota.
Masalah pertama yang ditemui di desa Glondong adalah minat anak-anak desa akan seni kurang diakomodasi. Anak anak desa Glondong memiliki minat terhadap kesenian cukup besar. Terlihat dari keseharian anak-anak desa Glondong yang bermain bersama dengan alat musik tradisional, menari tarian kuda lumping dan lainya sebagai permainan sehari-hari. Namun sayang minat mereka yang seharusnya dapat lebih tereksplor dan energi mereka yang masih dalam masa pertumbuhan kurang diakomodasi oleh generasi sebelumnya yakni orang tua dan perangkat desa.
Jika saja minat anak-anak desa Glondong ini dapat terakomodasi dengan baik bukan tidak mungkin akan lahir seorang seniman terkenal dari desa glondong kedepanya, pada akhirnya akan mengangkat nama desa Glondong itu sendiri, atau bisa saja dari akomodasi minat anak-anak desa Glondong, desa Glondong menjadi desa percontohan ramah anak dan menjadi pusat studi banding, pada akhirnya keuntunganlah yang didapat oleh masyarakat desa Glondong. Dalam pengamatan dan pengkajian kawan-kawan Cendekia Muda kemarin desa Glondong memiliki potensi pengembangan minat anak-anak desa akan seni, yakni dengan hadirnya seorang seniman asli desa Glondong yang mengajari anak-anak desa, namun sayang belum dikatakan baik bahkan cenderung sangat kurang.
Masalah kedua yang ditemui saat CE 2018 kemarin ialah kebiasaan buruk masyarakat Glondong yang membuang sampah pada lubang di lubang yang terletak di tengah-tengah desa. Kebiasaan ini sudah berjalan lama. Sampah yang menumpuk ditengah desa akan dibakar secara berkala ketika sudah penuh lubang tersebut. Kebiasaan ini adalah kebiasaan buruk meski belum diketahui ada tidaknya komplain dari masyarakat setempat desa Glondong. Pembakaran sampah rumah tangga yang terdiri dari banyak jenis mulai dari sampah sisa makanan sampai plastik-plastik akan menimbulkan asap kemudian terhirup oleh warga sekitar, sudah barang pasti akan menimbulkan efek buruk bagi kesehatan masyarakat. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji kebiasaan buruk ini. Akan menjadi ebih baik apabila masyarakat desa Glondong membuat secara serius instalasi pengolahan sampah mereka sendiri seperti desa Sukunan di Godean Yogyakarta.
oleh Muh. Sulchan F.