Oleh: Muhammad Nur Alam Tejo
Jakarta sebagai Ibukota negara Indonesia memiliki banyak problematika klasik baik itu kemacetan, banjir, hingga yang terbaru soal reklamasi. Sebagai kota yang multifungsi, Ibukota negara Jakarta juga berkembang sebagai pusat berbagai kegiatan, khususnya aktivitas ekonomi yang mendorong orang untuk berpindah ke Jakarta. Permasalahan lahan, kemacetan dan berbagai kompleksitas permasalahan Jakarta sepertinya sudah menjadi pemandangan yang biasa dan menjenuhkan. Hal tersebut mendorong berkembangnya pemikiran untuk memindahkan ibukota negara Indonesia ke berbagai wilayah antara lain Palangkaraya (Kalimantan), Jonggol (Jawa Barat), dan Makasar (Sulawesi Selatan). Ibukota negara dapat diartikan secara singkat sebagai kota utama yang didalamnya terdapat kegiatan pemerintahan secara administratif dan adanya bentuk secara fisik yang terdapat fungsi pemerintahan yang sah secara hukum. Ibukota bukan hanya sebagai simbolisasi negara dan pemerintahannya namun juga sebagai tempat berkembangnya muatan politis.[1]
Wacana lama tentang pemindahan Ibukota terus menerus muncul ke permukaan. Usulan pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke lokasi lainnya sebenarnya telah didiskusikan sejak kepemimpinan Soekarno, dan juga selama masa kolonial Belanda. Kenyataannya pada awal Abad ke-20 ada upaya oleh pemerintahan Hindia Belanda untuk mengubah lokasi ibu kota dari Batavia (nama Jakarta sebelumnya) ke Bandung, walaupun gagal karena Depresi Besar dan Perang Dunia II. Pada 2010, perdebatan berlanjut tentang pembentukan Ibukota baru yang akan dipisah dari pusat ekonomi dan komersial negara. Pada era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terbersit ide untuk membuat pusat politik dan administrasi Indonesia yang baru, karena masalah lingkungan dan overpopulasi Jakarta.[2]
Ada pertanyaan yang harus dijawab ketika ingin mengubah ibu kota Indonesia ke tempat lain. Pertama, Ibu kota yang seperti apa yang diinginkan Indonesia? Memindahkan Ibukota sama saja dengan mengubah image Indonesia yang selama ini dibangun. Kedua, apakah pemindahan akan menjamin peningkatan kualitas suatu pemerintahan? Perlu dikaji lebih dalam apakah permindahan memang berpengaruh dengan peningkatan kualitas. Ketiga, semendesak apa pemindahan Ibukota?
Dari banyaknya solusi yang ditawarkan kita bisa mengambil hal-hal yang kiranya penting untuk dikaji lebih mendalam. Alih-alih memindahkan Ibukota penulis lebih condong mengajak para petingi negara untuk lebih memperhatikan kualitas pemerintahan. Salah satu solusi tanpa harus memindahkan Ibukota, misalnya dengan menyebar kantor kementerian ke semua provinsi. Dengan begitu, sumber daya manusia di setiap kementerian, sekaligus anggaran kelembagaannya, akan terdistribusi ke banyak daerah. Solusi seperti ini tidak akan menghambat konsolidasi pemerintahan pusat. Setiap rapat koordinasi kabinet bisa digelar secara efektif oleh presiden dengan memakai fasilitas teleconference. Solusi ini sekaligus berpotensi mengatasi ketimpangan kepadatan dan pembangunan ekonomi agar tersebar ke semua provinsi. Dengan pemindahan kantor-kantor pusat kementrian di setiap Ibukota propinsi, maka manfaat yang dapat diperoleh adalah beban Jakarta akan berkurang sekitar 40% bahkan bisa sampai 50% khususnya masalah jumlah penduduk dan jumlah kendaraan. Pemerataan ekonomi dan pemerataan pembangunan serta merta dapat terwujud. Pertumbuhan ekonomi baru di setiap provinsi bisa tercipta.
Solusi kedua adalah memetakan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki. Dengan pemetaan berdasarkan potensi daerah akan memberikan wacana baru bagi setiap daerah sehingga pertumbuhan semua sektor dapat terkendali dengan baik. Potensi daerah dengan mudah dikenali sehingga investor-investor bisa dengan mudah menempatkan dana investasinya. Pertumbuhan sektor-sektor ekonomi baru, kesejahteraan mengikuti pemerataan ekonomi, luasnya lapangan kerja serta penyebaran penduduk yang merata. Beban Jakarta yang harus dikurangi, bukan fungsi jakarta yang dihilangkan. Kita sudah punya pengalaman memindahkan ibukota negara, belajarlah dari keadaan itu. Masalahnya, Indonesia ini jika diibaratkan sebuah kapal, maka negeri ini telah terguling karena beban terlalu berat ada di Jakarta.
Lalu, bagaimana pendapat kalian?
[1] Sutikno. Perpindahan Ibukota Negara suatu Keharusan atau Wacana. 2007.
[2] Tiru Malaysia, SBY Dukung Pemindahan Ibukota – www.inilah.com