Terkadang muncul perasaan miris, ketika wanita dikatakan tidak bisa melakukan apa – apa, wanita hanya bisa meminta, menyusahkan dan hanya bisa menangis. Wanita di marginalisasikan sebagai sosok yang tak berdaya. Namun, di sisi lain ada perasaan bangga ketika wanita diagung – agungkan. Wanita pencetak generasi peradaban. Wanita penggenggam masa depan. Bahkan muncul sebuah pernyataan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para wanita.
Sebuah refleksi berkaca dari seorang wanita pejuang di Indonesia, dia adalah R. A Kartini, seorang wanita jawa yang memperjuangkan hak – hak seorang wanita untuk mengenyam pendidikan. Walaupun telah tiada, namanya tetap dikenang sebagai pejuang emansipasi wanita. Sebuah karya yang terus dikenang “Habis gelap, terbitlah terang”
R. A Kartini, wanita teladan Indonesia, wanita dengan 8 tangan. Delapan tangan artinya sepasang tangan yang pertama ia gunakan dalam perannya sebagai seorang hamba Allah, sepasang tangannya yang ke dua ia gunakan dalam perannya sebagai seorang istri, sepasang tangannya yang ke tiga ia gunakan dalam perannya sebagai calon ibu, dan sepasang tangan yang ke empat ia gunakan dalam perannya di masyarakat. R. A Kartini boleh pergi, namun akan muncul wanita dengan delapan tangan yang lain di berbagai penjuru tanah air.
Di sebuah sudut nusantara, tragedi meletusnya gunung merapi 2010, cukup merugikan banyak hal diantaranya ; ratusan warga meninggal, bangunan hancur, dan masyarakat kehilangan mata pencahariannya. Tiga tahun pun berlalu, namun masyarakat masih dalam suasana harus berjuang untuk memulihkan ekonomi mereka, psikis mereka, dan hubungan sosial di antara mereka.
Gondang pusung, sebagai salah satu cerminan munculnya kelompok ibu – ibu penggerak ekonomi, sosial, dan spiritual. Kelompok Usaha Bersama BANGKIT MERAPI yang diketuai oleh ibu Lestari berhasil melakukan usaha kripik enthik khas Merapi. Walau pun usaha tersebut masih dalam tahap perkembangan, namun produksinya cukup konsisten. KUBE yang terdiri dari lima orang anggota ini mampu memproduksi 20 kg kripik enthik setiap harinya. Mereka tidak merasa khawatir akan kehilangan bahan baku, karena bahan baku di tanam sendiri di ladang. Omset yang didapat dari penjualan kripik enthik setiap bulannya adalah Rp 2.400.000,00 yang akan dibagi ke setiap anggota dan sebagian masuk kas dusun.
Selain pemberdayaan dalam hal ekonomi, ibu – ibu juga semangat dan antusias mengikuti kajian rutin setiap dua minggu. Kajian mengenai pemantapan spiritual dari sisi – sisi kewanitaan yang didampingi oleh LSM bernama Sahabat Ibu. Dalam model pemberdayaan ini terlihat adanya peran yang sinergi antara perangkat desa dan LSM. Berikut ini gambar produksi kripik enthik MERAPI BANGKIT.
Gambar 1. Produksi Kripik Enthik Merapi Bangkit
Di sudut yang lain, dapat ditemui wanita – wanita delapan tangan yang berjuang di lahan kritis, Gunungkidul. Di tengah – tengah ketidaksanggupannya dalam mengolah lahan pertanian saat musim kemarau (banyak sawah yang di bero kan), justru ibu – ibu bisa melakukan berbagai alternative kegiatan yang bisa menggerakkan ekonomi mereka.
Dusun Banaran, Desa Beji, Kecamatan Ngawen merupakan salah satu tempat cerminan bangkitnya wanita – wanita delapan tangan di lahan kritis. Kelompok Usaha Bersama KARTINI MANDIRI yang diketuai oleh ibu setiyani dan beranggotakan enam anggota, mampu menghasilkan produk yang disebut OLGA (Olahan Gunungkidul Asli). Produk Olga berupa Olga Cookies, Olga Pangsit Olga Stik, dan Olga Kripik.
Pemberdayaan dilakukan dalam model trisula partnership antara masyarakat, pemerintah (tingkat kecamatan), dan LSM (Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia) melalui tangan – tangan para akademisi. Walaupun masih dalam tahap perkembangan dan cukup tertatih – tatih, namun ada keoptimisan untuk terus melangkah maju. KARTINI MANDIRI tidak hanya mengedepankan ekonomi, namun juga spiritual dan sosial. Berikut ini adalah gambar aktivitas KUBE KARTINI MANDIRI (gambar 2).
Gambar 2. Aktivitas KUBE KARTINI MANDIRI
BANGKIT MERAPI dan KARTINI MANDIRI adalah cerminan dari wanita – wanita dengan delapan tangan yang ada di Nusantara Indonesia. Wanita yang tidak hanya berperan sebagai ibu rumah tangga namun juga berperan aktif di masyarakat. Wanita yang mengedepankan sisi spiritual sehingga sinergi dengan perannya sebagai seorang ibu dan istri. Masih banyak wanita – wanita delapan tangan yang ada di penjuru nusantara yang belum terungkap di ranah publik. Namun yang terpenting adalah perjuangannya dalam menumbuhkan semangat bangkitnya wanita – wanita delapan tangan yang lain.
Penulis: Nur Indah Septriani, Ilmu Lingkungan, Pasca Sarjana, GC angkatan 2008
One reply on ““WANITA DELAPAN TANGAN””
awesomeee