Categories
CORETAN CENDEKIA

Sinergisitas Pemberdayaan Lingkungan, Tata Ruang, dan Komunikasi Masyarakat (Sebuah Pelajaran dari Kali Belik)

            Pada hari Ahad tanggal 31 Agustus 2014, suasana di kali Belik lain dari biasanya. Para mahasiswa, dosen, dan masyarakat setempat sedang membersihkan kali. Mahasiswa yang terdiri atas kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) UGM wilayah Sleman, Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil UGM, Water Plant Community, dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Gama Cendekia UGM bahu membahu bersama beberapa dosen dan masyarakat dari Padukuhan Kocoran, Karangwuni, dan Karanggayam yang masuk dalam wilayah Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten sleman untuk membersihkan wilayah kali yang membelah daerah-daerah tersebut.

            Kalau dilihat dari kali tersebut memang jarang didengar oleh mahasiswa, bahkan dari UGM sekalipun. Hal ini dikarenakan kali tersebut memiliki air yang jumlahnya sedikit pada musim kemarau. Bahkan daerah tersebut ditutupi oleh pemukiman padat dan dicemari oleh berbagai limbah seperti limbah laundry dan sebagainya sehingga menambah permasalahan kali yang hilirnya sampai ke utara Fakultas Pertanian UGM. Padahal dari hasil wawancara beberapa masyarakat setempat bahwasanya kali tersebut lebih luas daripada yang ada sekarang ini. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya bambu yang berada sekitar 100 meter dari aliran sungai tersebut.

            Di bagian hulu sungai ini, terdapat Instalasi Pengolahan Air Minum PAM Kota Yogyakarta yang menyalurkan air bersih untuk wilayah Kota Yogyakarta bagian timur. Ketika penulis mewawancarai petugas instalasi tersebut, tidak terdapat masalah dengan masyarakat sekitar. Bahkan menurut beliau, instalasi tersebut memberi sarana berupa air ledeng di sekitar instalasi. Tetapi pada faktanya, sejak dibangun instalasi tersebut, air daerah kali tersebut semakin sedikit. Bahkan ada terjadi masalah antara warga dengan PAM menjadi lebih rumit, yaitu menandatangi pernyataan selesainya tanggung jawab pihak PAM dengan warga dengan pembuatan tanggul. Padahal tanggul tersebut penuh sepenuhnya selesai. Ini menjadi rentetan ironi pernyataan antara pihak perusahaan dengan pihak masyarakat.

            Selain itu, masyarakat di sana belum sepenuhnya memahami pentingnya kali tersebut terhadap kehidupan mereka. Selama ini, baru dua kali dilakukan pembersihan kali tersebut, yaitu bersama mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) UGM yang bertugas di kampong sekitar kali.  Pada saat penulis memantau pembersihan, terdapat endapan-endapan yang menumpuk di dasar kali tersebut. Belum lagi limbah-limbah yang dibuang di kali yang kata warga setempat dapat mengubah warna kali menjadi beberapa warna, tergantung limbah yang dibuang ke kali tersebut. Bahkan dampak-dampak tersebut malah menular ke daerah hulu seperti air yang meluap saat hujan dan penyakit demam berdarah.

            Dari rentetan-rentetan masalah kali tersebut ada solusi yang dapat dterapkan di daerah tersebut. Yaitu kesadaran dari semua elemen, baik yang berada di kursi pemerintahan, perusahaan, dan warga sekitar. Sebenarnya dalam kata kesadaran memang simpel diucapkan. Tetapi dalam kenyataannya masih terjadi kesulitan dalam menerapkan kesadaran untuk menyelesaikan masalah Kali Belik ini. Pertanyaannya adalah bagaimana cara menerapkannya?

            Bila dilihat dari permasalahan yang terjadi pada kali ini adalah kurangnya fasilitas dalam pengelolaan limbah sehingga dibuang begitu saja. Selain itu, warga masih belum sepenuhnya merawat kali tersebut sehingga tidak terjadi pendangkalan yang hebat. Hal ini dapat diatasi dengan rutinnya kerja bakti dan pengelolaan sampah dan limbah dengan baik dan benar. Tetapi masalah ini tidak sepenuhnya disalahkan oleh masyarakat. Pemerintah dari tingkat RT sampai kabupaten juga bertanggung jawab menanggulangi masalah tersebut, seperti membuat tata ruang yang teratur, memfasilitasi pengelolaan limbah, dan sebagainya. Begitu juga dengan perusahaan yang harus memaksimalkan hubungan baik dengan masyarakat. Pihak UGM juga bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah ini. Sebagai universitas kerakyatan yang dicita-citakan oleh para pendiri UGM, universitas harus senantiasa dekat dengan rakyat seperti warga yang tinggal di bantaran kali ini. KKN yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa di sana juga menjadi ajang pembenahan kali ini menjadi lebih asri dan sehat daripada sebelumnya.

            Namun, apakah solusi-solusi ini sudah sepenuhnya mengatasi masalah-masalah yang terjadi pada Kali Belik. Kalau menurut penulis belum sepenuhnya selesai masalah-masalah ini tanpa  komunikasi antara warga, perusahaan, universitas dan pemerintah. Kalau dilihat dari semua permasalahan yang ada, sumber masalah yang terjadi adalah miss communication di antara mereka sehingga kali ini menjadi bermasalah. Bila ini tidak terjadi, maka terjadi kesinambungan antara warga, universitas, perusahaan , dan pemerintah sehingga permasalahan-permasalahan yang terjadi di Kali Belik dapat diselesaikan, paling tidak dapat dikurangi. Semoga saja kali yang membelah daerah Kocoran, Karangwuni, dan Karanggayam hingga sampai ke daerah Karangbedo menjadi lebih baik daripada sebelumnya. (Ilham Mufti L.)

Leave a Reply

Your email address will not be published.