Menikmati musim semi dengan melihat sakura bermekaran di area taman dan sepanjang jalan. Duduk dibawah pohon sakura sembari menikmati makanan bersama kawan baru bahkan keluarga baru. Menikmati musim panas dengan berjalan-jalan dan berwisata sejarah keliling kota Istanbul. Romantisme Istanbul berbalut kebanggan kejayaan sebuah peradaban yang menguasai hampir seluruh Eropa. Menikmati musim gugur di Kota Mode dunia dengan menghabiskan pot-au-feu di tengah rintik hujan berlatar Eiffel yang bercahaya. Atau duduk diatas sofa empuk disamping jendela sembari menikmati secangkir cokelat panas menghadap ke perapian. Di luar salju menggunung, esoknya bersiap untuk dimainkan bersama.
Menikmati hal semacam itu bukanlah hal mustahil jika kita tahu cara dan tujuannya. Bukankah setiap kemauan ada jalan? Bukankah setiap usaha akan mendapatkan hasil? Dan bukankah setiap mimpi akan menjadi nyata? Semua itu akan terwujud, tergantung bagaimana kita menyiapkan diri untuk berada pada momen itu. Pertanyaannya adalah sudah siapkah?
Jika dalam life planmerencanakan untuk berada di Istanbul tahun 2014 tapi tak berusaha mendatangkan apapun yang membawa kita kesana. Mustahil, tahun 2014 akan menginjakkan kaki di Istanbul. Banyak cara membawa seseorang menikmati hamparan bumi ini. Banyak program ke luar negeri yang ditawarkan. Mulai dari forum ilmiah hingga jalan-jalan gratis. Mulai dari yanng berbayar semua hingga yang gratis semua. Semua telah disediakan. Kembali pada diri masing-masing, mau apa tidak memilih dan menjemput tawaran-tawaran itu.
Jika kita kembali ke masa lalu ketika transportasi masih sangat terbatas dan mahal, banyak orang-orang yang telah melakukan perjalanan ke luar dari negaranya. Lihatlah tokoh-tokoh bangsa ini. Tepat di usia yang sama dengan kita sekarang, mereka telah melanglang buana di negeri orang untuk menuntut ilmu. Mari kita baca ulang salah satu anggota Panitia Sembilan, Haji Agus Salim yang telah melanglang buana ke seluruh dunia. Dan tak diragukan lagi kemampuan beliau menguasai ruang publik entah didalam atau diluar negeri. Beliau adalah cendekiawan negara ini yang ahli dalam menulis dan berbicara dalam tujuh bahasa sekaligus. Sebuah pelajaran yang diajarkan oleh beliau adalah selalu percaya diri dan dengan identitas sebagai bangsa Indonesia. Ini adalah sebuah pelajaran penting ketika berada di negeri orang. Karena dari identitas ini kita akan dikenal.
Jika era keterbatasan mampu melahirkan seorang cendekiawan yang menjadikan Indonesia dikenal dunia, seperti Haji Agus Salim, bagaimana dengan era kecanggihan teknologi seperti sekarang ini? Apakah mampu melahirkan generasi yang lebih hebat dibandingkan Haji Agus Salim? Sekarang, kita sebagai mahasiswa sebuah kampus nomor satu di Indonesia masih enggan dan malu untuk melanglang buana untuk menjelajah dunia, maka jangan lagi berbangga dan mengakui bahwa kita adalah mahasiswa kampus nomor satu di Indonesia.
Dan ketika kita telah mampu menjelajah dunia ingatlah adat Minangkabau bahwa dengan meninggalkan nagarinya berarti ia telah mengenal kedudukannya di alam dan karena pengalamannya akan berkembang maka nantinya harus ia abdikan kembali pengalaman jelajahan itu kepada nagarinya.
Lutfi Dewi N.S
Biologi 2011, Staff Pengkajian GC
Student Exchange to Japan 2013