oleh Fauzi Achmad Haruna Departemen Pengabdian Masyarakat 2016
Legalitas dan Inovasi adalah isu terhangat yang terjadi diantara moda transportasi konvensional dan transportasi online. Akhir-akhir ini para pengemudi transportasi konvensional di seluruh kota-kota besar di Indonesia memprotes kehadiran moda transportasi online yang dianggap illegal dan tak sesuai aturan Undang-Undang. Disamping penghasilan mereka yang turun drastis karena kehilangan konsumen yang lebih memilih menggunakan transportasi online.
Transportasi online menghadirkan kisah diantara penumpang dan pengemudi. Sebagai penumpang sangat dimudahkan dengan perkembangan smartphone yang dapat mengunduh aplikasi untuk proses memesan driver tanpa harus mengunjungi pangkalan. Selain itu berbagai promo dan tarif yang jauh lebih murah dari moda transportasi konvensional cukup memberi pilihan ekonomis bagi konsumen. Kemudian pelayanan yang disajikan pengemudi dalam pengantaran sangat memuaskan konsumen.
Dari segi pengemudi banyak diuntungkan dengan proses yang tidak berbelit-belit dan praktis. Sebagai seorang driver ia cukup menggunakan kendaraan pribadi dan mengikuti proses training yang dilakukan oleh perusahaan transportasi online. Kemudian meregistrasi akun secara online. Kemudian secara system dapat menerima order dan deposito secara online. Selain itu pengemudi lebih bebas dalam memobilisasi jangkaunnya tanpa ada batasan dalam pengambilan penumpang. Pengemudi diuntungkan dengan penerapan pembagian hasil yang cukup besar dari perusahaan. Sehingga tak sedikit para pengemudi yang sebelumnya berasal dari buruh, karyawan, dan lain-lain memilih untuk beralih berprofesi sebagai pengemudi.
Tentu saja sistem baru dalam transportasi ini mengundang banyak lapangan pekerjaan dan menggugah inovasi untuk diterbitkan anak-anak negeri. Disamping dapat menambal permasalahan pengangguran dan keterbelakangan ekonomi negara. Ilmu pengetahuan dan keterampilan akan semakin berkembang dengan turut mengolah produk-produk menjadi bernilai kreatif dan inovatif karena setelah system transasi online ini hadir, membuka pintu persaingan secara global.
Namun, disisi lain para pengemudi transportasi konvensional sangat mempermasalakan tak adanya pajak bagi pengemudi dan perusahaan. Pasalnya para pengemudi dan perusahaan penyedia transportasi konvensional membayar pajak untuk izin menjalankan usaha, dan mengikuti aturan-aturan dari Kementerian Perhubungan. Masalah semakin akut ketika mereka kian kehilangan pendapatan dengan dalih para konsumen yang lebih mencari “murah meriah”.
Lantas bagaimana mempertemukan legalitas dan inovasi yang terbelit dengan proses birokrasi? Dalam sebuah survey online yang dilakukan detik.com para voters sebanyak 64% menolak pemblokiran terhadap transportasi online dan 36% setuju dengan pemblokiran. Melihat fakta ini bahwa mayoritas masyarakat setuju dengan transportasi online yang lebih efisien, dan praktis. Disamping perekonomian yang tak menentu karena penggangguran yang tak terselesaikan.
Djoyohadikusumo (1994) mendefinisikan mengenai pengertian teknologi sebagai suatu bidang yang berkaitan erat dengan ilmu sains dan ilmu kerekayasaan atau ilmu engineering. Teknologi sebagai suatu cara praktis yang menjelaskan mengenai cara kita semua sebagai manusia membuat segala sesuatu yang berada di sekitar sini (Franklin, 1989). Sepatutnya teknologi bukan menjadi musuh penghalang mata pencaharian. Namun system yang dapat membantu mengelola aktifitas dan pekerjaan sehingga pekerjaan menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan bantuan aplikasi, sesungguhnya telah memudahkan bagi driver dan consumer dalam transaksi jasa.
Sewajarnya angkutan konvensional dapat menyesuiakan dengan meningkatkan kualitas dan penawaran jasa yang lebih ngetrend. Konsumen selalu mencari promo, dan kemudahan dalam bertransaksi jasa. Kemudian proses penjaringan konsumen yang harus lebih giat dan tepat.
Kemudian angkutan konvensional juga harus mempertimbangkan tariff yang lebih kompetitif di pasar. Karena jika tidak menyesuikan dengan permintaan dan penawaran di pasar, tentu akan kehilangan konsumen. Para pengelola angkutan konvensional perlu merevisi kembali tariff yang sesuai dengan biaya operasional dan pengeluaran masyarakat.
Tentu tanpa ada lembaga yang mengatur angkutan konvensional dan online akan terus bergesekan. Sehingga perlunya regulasi yang mengatur ketentuan-ketentuan bagi moda transportasi online. Pemerintah ikut turun dalam pembuatan kebijakan terkait nomenklatur kendaraan umum sebagai angkutan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 32 Tahun 2016. Perlunya pengkajian dan pembaharuan terkait dengan trayek dan kendaraan yang diperbolehkan. Sehingga menjadi tidak “abu-abu” lagi terkait legalitas.
Perusahaan penyedia angkutan online semestinya memiliki izin yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan ketentuan pajak yang disesuaikan. Dalam membuat kebijkan ini perlu diperhatikan bahwa perusahaan angkutan online rata-rata masih baru berdiri sehingga perlu mempertimbangkan perputaran keuangan dari perusahaan tersebut. Apalagi banyak para driver baru yang belum memiliki cukup saldo di dalam rekeningnya.
Penyedia moda transportasi online pun juga harus memberi lisensi ke pengemudinya dalam hal kendaraan. Adanya legalitas yang menjadi identitas dari kendaraan yang digunakan dan ketentuan tarif online yang juga disesuaikan dengan tarif angkutan konvensional. Sehingga dapat saling memahami aturan masing-masing dalam menarik penumpang.
Inovasi adalah buah dari beragam polemik yang disulap menjadi solusi. Ketika inovasi tidak diseragamkan dengan kebijakan maka hanya sekedar ide yang tumpah tanpa ada penghargaan. Proses penemuan memerlukan pengorbanan dan perjuangan yang tentu berbuah manis untuk negeri. Namun tanpa dukungan konkrit tidak akan lahir kembali ide-ide baru lagi. Moda transportasi online adalah buah karya yang sepantasnya mendapat perhatian.
Bukti perhatian adalah dengan memberi izin dan legalitas nyata dalam beroperasi. Memberi kebebasan dan perlindungan terhadap hak mencari nafkah. Dengan demikian dapat menanggulangi pengangguran.
Pada akhirnya perlu saling bahu-membahu antara masyarakat, pemerintah, dan penyedia jasa. Masyarakat akan selalu membutuhkan jasa transportasi dalam mobilisasinya. Penyedia jasa membutuhkan masyarakat sebagai konsumennya. Dan paling terpenting pemerintah menjadi pengadilnya sehingga dapat tercipta harmonisasi antara kedua system pelayanan jasa yang berbeda.
Sumber gambar : Tribunnews.com