By: M. Zaky Zulfahmi (FEB, 2019)
Pada masa pandemi ini, kegiatan transaksi online menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Salah satu skema perdagangan yang sering dilakukan disebabkan berbagai kemudahannya adalah dropship. Namun, muncul berbagai argumen pro maupun kontra setelah Ust. Erwandi, salah satu ustad yang dakwahnya cukup aktif di promosikan oleh yufid.com, mengharamkan adanya skema ini. Menurut Sarwat, seorang ustadz sekaligus dosen fikih suatu universitas swasta di Jakarta, jual beli dengan skema dropship ini tidak melanggar ketentuan syariah walaupun penjual belum memiliki hak atas barang. Beberapa ulama bersepakat tentang keharaman dropship dengan berbagai dalil dan alasan. Sebagian lainnya mengatakan halal dengan berbagai syarat. Lalu, mengapa ini bisa terjadi?
Skema Dropship
Dalam memahami situasi ini, Kita perlu memiliki pemahaman yang lebih jelas mengenai apa itu dropship. Transaksi dropshipping menurut Feri Sulianta merupakan salah satu metode jual beli secara online, yaitu badan usaha atau perorangan baik itu toko online atau pengecer (dropship) tidak melakukan penyetokkan barang, dan barang didapat dari jalinan kerja sama dengan perusahaan lain yang memiliki barang yang sesungguhnya atau yang disebut dropshipper. Secara istilah,dropshipping adalah metode jual beli secara online, dropship adalah istilah bagi toko online, dan dropshipper adalah perusahaan yang menawarkan barang dagangan untuk dijual yang kemudian akan mengirim barang langsung kepada konsumen setelah toko online membayar harga barang dan biaya pengiriman. Kemudahan penjual baik dari sisi biaya penyimpanan maupun modal menyetok barang menjadi ciri utama mengapa dropship menjadi skema yang populer digunakan.
Sebagai contoh, seorang penjual telah menemukan supplier yang dapat diajak bekerja sama. Penjual kemudian mempromosikan barang dari supplier-nya dengan mendesain ulang poster atau foto produk dan menambahkan keterangan tentang spesifikasi produk. Produk yang dijual oleh para dropshipper ini dapat kita temukan di marketplace seperti di berbagai aplikasi toko online bahkan media sosial. Artinya, penjual berperan sebagai agen dari supplier. Namun, di sisi lain ia berdiri sendiri dengan nama toko/merk yang ia bangun sendiri tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk tempat penyimpanan. Bagaimana hukum jual beli barang yang tidak kita miliki?
Penentuan Hukum Suatu Transaksi
Dalam menentukan hukum suatu transaksi, terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh para ulama. Namun, pada dasarnya, hukum jual beli merupakan akad yang diperbolehkan sesuai dengan firman Allah SWT pada Q.S. Al-Baqarah ayat 275.
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya:
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Al-Qur’an memang tidak merincikan secara detail terkait bagaimana proses jual beli dapat dikatakan haram atau halal. Oleh karena itu, para ulama bersepakat untuk membantu menafsirkan bagaimana suatu transaksi dapat dikatakan halal atau haram. Singkatnya, transaksi dapat dikatakan halal ketika transaksi tersebut sesuai dengan jumhurulama.
Aturannya sederhana, hanya terdiri dari 2 bagian yaitu rukun dan syarat.
- Rukun
Bayangkan ketika kita sedang berbelanja di pasar tradisional. Kita sebagai seorang pembeli menghampiri salah satu penjual. Misalnya, kita akan membeli tempe. Kemudian, kita memilih tempe yang ingin dibeli dan bertanya tentang berapa jumlah uang yang harus dibayarkan. Di akhir, kita mungkin bersepakat atas 2 buah tempe dengan harga Rp5.000,00. Berdasarkan ilustrasi diatas, semua rukun sudah terpenuhi. Ada penjual, pembeli, barang, nilai tukar, dan kesepakatan (ijab qabul). Di dalam dropship, juga berlaku hal yang sama.
- Syarat
Dari 4 rukun yang ada, masing-masing harus memenuhi syarat yang berlaku. Baik penjual dan pembeli harus berakal serta cakap dalam hukum. Barang yang dijual harus suci, dapat dikuasai, terdapat pemiliknya, jelas spesifikasinya, dan bermanfaat. Nilai tukar haruslah nilai tukar yang berlaku secara umum dan mungkinkan untuk barter dengan barang-barang yang tidak syara’ seperti babi atau khamr. Kesepakatan antara yang diucapkan dan dilakukan harus sesuai dan dilakukan oleh orang yang baligh serta berakal.
Dari syarat dan rukun diatas, masalah skema dropship ada pada syarat barang yaitu tentang kepemilikan barang. Bagaimana jika dropshipper dianggap sebagai agen?
Jual beli dengan sistem pesananatau salam, merupakan jual beli dimana barang harus disebutkan sifat-sifat dan harganya di tempat akad berlangsung. Bai’ as-salam menurut Yazid Afandi merupakan akad pesanan atau jual beli pesanan dengan pembayaran di depan atau terlebih dahuludan barang tersebut diserahkan kemudian hari. Namun, ciri-ciri barang tersebut haruslah jelas penyifatannya serta jelas kuantitas, kualitas, dan waktu penyerahannya.
Kepemilikan dalam Dropship
Dilihat dari subjek atau pelaku, skema dropshipping belum sepenuhnya memenuhi syarat sebagai pihak yang berakad (‘āqid) dalam bai’ as-salam, khususnya salam paralel. Penjual atau dropshipper tidak mempunyai hak penuh terhadap barang yang diakadkan sekaligus tidak mempunyai wilayah (kekuasaan) dalam jual beli dengan alasan barang tidak pernah berada di tangan dropshipper.
Dilihat dari segi objek atau barang, skema dropshipping pada dasarnya sudah memiliki kesesuaian dengan bai’ as-salam seperti jelas cirinya, macamnya, dapat diakui sebagai utang, dapat diidentifikasi secara jelas, penyerahan objek atau barang di kemudian hari, adanya tempat penyerahan barang, dan penjualan barang sebelum diterima.
Dilihat dari sisi permodalan, skema dropshipping memiliki modal yang sama dengan modal dalam bai’ as-salam. Meskipun terkadang modal diserahkan kepada dropship melalui transfer antar rekening bank. Namun, hal itu bukan menjadi faktor ketidaksesuaian dengan akad salam, karena dropshipping terjadi pada masa modern,yaitu kecanggihan teknologi sudah berkembang dan perlu dimanfaatkan.
Implementasi Hakikat Berdagang
Padasemua transaksi perniagaan, kejujuran adalah hal yang sangat penting untuk menumbuhkan dan menjaga kepercayaan antara kedua belah pihak terutama para konsumen. Hal yang menjadi kekhawatiran penjual dan pembeli dalam model dropshipping,yaitu ketika terjadi transaksi yang tidak sesuai dengan kesepakatan baik dari sisi pembayaran maupun produk yang dikirimkan. Penjual online harus menampilkan secara utuh penampilan dan spesifikasi dari barang yang dijual. Oleh karena itu, penampilan dari suatu produk yang dijual harus dapat dilihat dari berbagai sisi. Hal ini berlaku padaa setiap marketplace yang ada. Begitu pula yang harus dilakukan pada penjualan online berbasis media sosial. Penjual harus menampilkan fisik dari produk tersebut dari berbagai macam sisi.
Kejelasan dalam harga, barang, dan akad. Sebagaimana Islam juga mensyari’atkan agar kita menjauhkan akad perniagaan yang kita jalin dari segala hal yang bersifat untung-untungan disebabkan unsur gharar atau ketidakjelasan status sangat rentan untuk menimbulkan persengketaan dan permusuhan.
Masih haramkah dropship itu?
Adanya pro dan kontra mengenai kehalalan skema dropship merupakan hal yang menarik untuk diselidiki. Kita dapat pahami bahwa dari sisi rukun dan syarat, dropship telah memenuhi rukun akad walaupun dari sisi subjek kepemilikan terdapat perbedaan pendapat. Dropship dilarang karena barang belum sepenuhnya milik penjual namun diperbolehkan ketika penjual yang berperan sebagai wakil dari pemilik barang mendapatkan izin dari pemilik barang. Kecurangan, penipuan, dan ketidakjelasan baik barang maupun harga menjadi bagian yang dapat diupayakan untuk dihindari oleh para dropshipper dengan mencantumkan deskripsi produk yang jelas dan selalu menjaga komitmen kesepakatan untuk menciptakan kenyamanan dan menumbuhkan kepercayaan antar dropshipper dan pembeli.
Daftar Pustaka
Alfi Amalia. Jual Beli Dengan Menggunakan Sistem Dropshipping dalam Perspektif Ekonomi Islam
Sulianta,Feri Terobosan Berjualan Online Ala Dropshipping (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2014), 2. Selanjutnya ditulis Sulianta, Terobosan Berjualan Online
Sarwat,Ahmad. (2013). Hukum Menjual Dropshipping apakah Halal?.http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1357202999. Diakses 03-04-2017
Afandi, Muhammad Yazid, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syari’ah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009)
Sumber Gambar
Apa itu Bisnis Dropship? Berikut Penjelasan Lengkap Untuk Memahami Dropship
One reply on “Dropship itu Haram: Sebuah Perspektif Lain”
terima kasih penjelasannya. Bagus banget nih.