“Anggota yang harus mendekat pada PH? Atau kadep yang harus dekat? Siapa yang butuh, siapa yang wajib?”
“Aku masuk di sini juga cuman buat dapatin ilmu, kenapa perlu ikut ngobrol dan urusin orang-orangnya?”
“PROFESIONALITAS atau KEKELUARGAAN, kok jadinya ga profesional banget?”
Sering atau pernah mendengar isu diatas? Sebuah bahasan yang umum dalam sebuah organisasi mahasiswa. Artikel ini dibuat dengan tujuan berbagi sudut pandang dari seorang pengamat, yang dipelajari setelah beberapa waktu belajar.
Dalam sebuah buku yang berjudul Five Dysfunction of A Team, ada sebuah gambar segitiga—bukan Illuminati—segitiga 5 tingkat tepatnya yang mengambarkan 5 hal utama yang menyebabkan kegagalan tim. Yang pertama atau tingkat terbawah menjadi fundamental atau penyokong untuk tingkatan diatasnya. Jika yang bawah berhasil maka tingkat yang selanjutnya juga akan bisa terdukung.
#1 Absence of Trust – Kurangnya Kepercayaan
Tim yang hebat adalah tim yang setiap anggotanya merasakan kenyamanan hingga tingkat emosional, dalam artian mereka nyaman untuk mengekspresikan diri, ketakutan mereka, kelemahan mereka, dan baik buruknya mereka, tanpa filter atau gengsi. Tim yang tidak mampu membangun kepercayaan, dari hal kecil seperti bisa ngobrol bareng akan sulit melangkah ke tahap selanjutnya.
#2 Fear of Conflict – Takut Konflik
Ketika setiap orang sudah saling percaya, tidak akan khawatir untuk terlibat konflik yang positif dan membangun untuk mencapai tujuan bersama. Mereka tidak ragu-ragu untuk mengatakan ketidaksetujuan mereka, mempertanyakan sebuah keputusan , untuk mendapatkan keputusan bersama yang terbaik. Jika setiap orang tidak berani untuk asertif dan mengungkapkan pendapatnya, maka akan sulit melangkah ke tahap selanjutnya.
#3 Lack of Commitment – Kurangnya Komitmen
Tim yang dapat melakukan percakapan tanpa filter, saling percaya dapat mencapai sebuah keputusan yang baik dalam hal urgent, bahkan ketika ada beberapa orang yang masih sebenarnya kurang setuju. Ini karena mereka memastikan bahwa semua pendapat dan opini dipertimbangkan, memberikan kepercayaan pada tim bahwa semua orang punya hak dan pendapat seseorang. Hal ini penting untuk dapat memastikan akuntabilitas.
#4 Avoidance of Accountability – Kurangnya Akuntabilitas
Ketika sebuah tim dapat berkomitmen satu sama lain, mereka tidak bergantung pada pemimpin sebagai penjaga standar atau akuntabilitas, mereka saling menjaga komitmen dan mengontrol satu sama lain. Kurangnya akuntabilitas menyebabkan pemimpin bahkan harus melakukan micromanagement dan menghandle setiap individu.
#5 Inattention to Result
Tim yang mempercayai sesama, bisa berdebat secara sehat, berkomitmen pada keputusan , dan saling menjaga satu sama lain, dapat mengesampingkan agenda mereka dan fokus untuk apa yang terbaik untuk tim. Mereka dapat ibaratnya menikmati tiap momen yang ada , menjadikannya pembelajaran dan tumbuh bersama.
Kita semua sebagai manusia pasti pernah salah, itu bukan sebuah hal yang buruk. Menjadi salah dan berlebihan bukan suatu hal yang bermasalah, karna ini akan menjadi pembelajaran hidup bagi kita, juga bukti bahwa manusia itu tidak ada yang sempurna. Bukan menjadi masalah seberapa sering kamu salah, namun seberapa sering kamu ingin belajar dan berubah darinya, terus memperbaiki diri, dan memperluas zona nyamanmu.
Dalam hidup, kita pasti melalui banyak badai.
Ada badai yang kecil dan ada badai yang besar.
Ketika menghadapi badai itu jangan berjuang sendiri.
Carilah rumah untuk tempat bernaung, sebuah keluarga.
Rumah untuk tinggal meski hanya sementara.
Badai yang besar pun pasti akan berlalu.
Namun melewati badai di dalam sebuah rumah pasti terasa lebih ringan.
Rumah yang menjadi tempatmu bersandar, tinggal, bercanda tawa, dan berjuang bersama.
Setelah badai akan muncul matahari dan pelangi.
Setelah badai akan muncul kehidupan baru, yaitu kamu yang lebih baik.
Ditulis oleh Tomy Chandra, Gama Cendekia 2017.